JAKARTA, TabeaNews – Amerika Serikat, Indonesia, dan lembaga swadaya masyarakat (NGO) terkemuka menandatangani kesepakatan pengalihan utang untuk perlindungan alam (debt-for-nature swap) pada 3 Juli yang akan digunakan untuk melindungi ekosistem terumbu karang yang berharga dengan mengalihkan utang senilai 35 juta dolar AS menjadi investasi yang penting bagi konservasi terumbu karang Indonesia. Perjanjian yang keempat dengan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Konservasi Hutan Tropis, yang disahkan kembali pada tahun 2019 menjadi Undang-Undang Konservasi Hutan Tropis dan Terumbu Karang (Tropical Forest and Coral Reef Conservation Act /TFCCA), dan perjanjian yang pertama kalinya berfokus pada ekosistem karang ini menandai langkah penting dalam upaya menjaga keanekaragaman hayati di salah satu negara yang memiliki lingkungan laut paling dinamis di dunia ini.
Penandatanganan kesepakatan dilakukan oleh Kuasa Usaha ad Interim (KUAI) Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Michael Kleine, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia, Direktur Jenderal Pengelolaan Anggaran Keuangan dan Risiko Kementerian Keuangan, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Yayasan Konservasi Cakrawala Indonesia (YKCI), Yayasan Conservation International, dan The Nature Conservancy.
“Perjanjian ini adalah bukti kuatnya hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Indonesia serta keterlibatan kami yang berkelanjutan secara mendalam di bawah naungan kerjasama strategis yang komprehensif,” ujar KUAI Kleine. “Dengan menghapus utang dan mengalokasikan dananya kembali ke Indonesia, melalui program pengalihan utang untuk perlindungan alam, kami melakukan langkah konkret untuk melindungi terumbu karang Indonesia yang sangat berharga dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.”
“Indonesia berkomitmen kuat untuk menjaga terumbu karang dan ekosistem laut yang sehat sebagai bagian dari kebijakan pembangunan nasional. Kesepakatan ini membantu memperkuat gagasan bahwa laut yang sehat merupakan kepentingan global dan tanggung jawab bersama,” kata Victor Gustaaf Manoppo, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia. “Apa yang telah disepakati oleh pemerintah Republik Indonesia dan Amerika Serikat tidak hanya menguntungkan perairan Indonesia dan masyarakat setempat, tetapi juga masyarakat global.”
Indonesia adalah rumah bagi 16% kawasan terumbu karang dunia dan sekitar 60% spesies karang dunia. Terumbu karang menyediakan makanan, sumber mata pencaharian, dan perlindungan terhadap badai bagi separuh populasi dunia, namun sekitar 75% terumbu karang di seluruh dunia terancam. Pengalihan utang untuk perlindungan alam ini akan mengalihkan dana yang awalnya diperuntukkan bagi pembayaran utang menjadi inisiatif untuk mendukung konservasi ekosistem terumbu karang. Inisiatif ini menekankan komitmen Indonesia dan Amerika Serikat terhadap pentingnya terumbu karang dan bekerja sama untuk mengatasi permasalahan mendesak dalam melindungi terumbu karang.
Sebuah Komite Pengawas yang terdiri dari perwakilan pemerintah Indonesia dan AS, mitra pertukaran LSM, dan organisasi masyarakat sipil lainnya akan mengelola dana yang dihasilkan dari program pengalihan utang untuk perlindungan alam ini. Area fokus dari kegiatan ini adalah di Sunda Kecil, Banda, dan Bentang Laut Kepala Burung di Papua Barat. Prioritasnya termasuk melestarikan spesies yang terancam atau endemik secara global yang bergantung pada ekosistem terumbu karang sebagai habitat kritis; melindungi ekosistem terumbu karang yang terancam atau rentan dengan nilai konservasi tinggi; mendorong pemanfaatan keanekaragaman hayati terumbu karang secara berkelanjutan; mengurangi ancaman atau meningkatkan konektivitas antar kawasan terumbu karang; menciptakan kawasan lindung baru jika diperlukan; dan memberikan kontribusi langsung terhadap peningkatan pengelolaan kawasan lindung publik, swasta, kota, atau komunal yang ada, serta target konservasinya.
“Ketika Conservation International memfasilitasi pengalihan utang untuk perlindungan alam yang pertama pada tahun 1987, kami tidak pernah membayangkan hal ini pada akhirnya akan membuka peluang miliaran dolar untuk konservasi global,” kata Dr. M. Sanjayan, CEO Conservation International. “Namun, program pengalihan utang untuk perlindungan alam terus berkembang – pengumuman hari ini menandai pertama kalinya TFCCA digunakan untuk fokus pada perlindungan terumbu karang. Kami menghargai pemerintah Indonesia, Amerika Serikat, dan mitra kami atas visi dan komitmen mereka untuk konservasi laut.”
“Kami mengucapkan selamat kepada Pemerintah Indonesia dan Departemen Keuangan Amerika Serikat yang menyetujui pengalihan utang untuk perlindungan alam hari ini, di mana instrumen khusus ini digunakan untuk melindungi habitat laut dan terumbu karang untuk yang pertama kalinya,” kata Jennifer Morris selaku CEO The Nature Conservancy. “Membuka pendanaan baru untuk membantu melestarikan keanekaragaman hayati serta meningkatkan ketahanan iklim adalah hal yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan ini bagi konservasi dan komunitas.”
Wakil Presiden Senior dari YKCI Meizani Irmadhiany mengatakan, “Perjanjian ini merupakan terobosan finansial konservasi untuk mewujudkan visi Indonesia dalam melindungi 30% perairannya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada terumbu karang. Perjanjian ini telah ditambahkan ke model keuangan campuran yang telah ada dan akan mempercepat pencapaian tujuan konservasi sekarang dan tidak ditunda.”
Direktur Eksekutif YKAN Herlina Hartanto menekankan bahwa kesepakatan TFCCA ini akan secara signifikan memperkuat perlindungan dan konservasi ekosistem terumbu karang saat ini di Bentang Laut Kepala Burung dan Laut Sunda Kecil-Laut Banda. “Kami sangat yakin bahwa kesepakatan TFCCA yang inovatif ini akan meningkatkan upaya konservasi laut dan menginspirasi pihak lain untuk bergabung dengan inisiatif penting ini demi kepentingan alam dan masyarakat di Indonesia.”