TabeaNews – Sabtu 30 Maret 2024 – Gerakan Perempuan Sulut (GPS) bekerjasama dengan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) me-launching temuan hasil pemantauan program perlindungan perempuan di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sulawesi Utara melalui audit sosial. Pemantauan ini dilakukan sejak bulan November 2023 – Februari 2024.
Tujuan dari audit sosial ini adalah pertama untuk melihat relevansi perencanaan dan implementasi kebijakan dalam menjawab persoalan pada kelompok marjinal terdampak dalam hal ini perempuan dan perempuan korban kekerasan. Kedua untuk melihat relevansi output dan dukungan anggaran dari program perlindungan perempuan di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) dalam menjawab permasalahan isu perempuan termasuk kekerasan terhadap perempuan. Ketiga untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah terhadap aspek perencanaan dan implementasi kebijakan berdasarkan temuan hasil pemantauan.
Hasil pemantauan pada tahapan perencanaan kebijakan temuannya adalah minimnya pelibatan publik termasuk media dalam proses perencanaan pembangunan daerah berdampak besar pada hasil yang dicapai. Kegiatan yang direncanakan tidak menghasilkan output yang dibutuhkan oleh penerima manfaat. Tidak adanya data atau informasi yang langsung disampaikan publik mengakibatkan tidak ada penyelesaian permasalahan yang dialami oleh kelompok sasaran seperti biaya Visum et Psikiatrikum yang masih berbayar dengan tenaga psikiater yang terbatas hanya 2 orang, biaya rawat inap akibat dari kekerasan yang dialaminya yang masih ditanggung korban, belum ada rumah aman yang representative sesuai dengan kebutuhan korban. Pelibatannya hanya pada kegiatan konsultasi publik penyusunan RKPD Provinsi dengan waktu yang terbatas dan peserta yang banyak. Apalagi dengan adanya aplikasi Sistem Informasi Perencanaan Pembangunan Daerah (SIPD) terkesan hanya formalitas saja.
Menurut Kepala UPTD PPA Provinsi Marsel Silom, Ada empat aspek yang bisa diukur untuk melihat kualitas layanan korban yakni kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia, ketersediaan anggaran, sarana dan prasarana dan mekanisme atau aturannya. Empat aspek tersebut masih rendah dengan tingginya kasus yang ditangani sehingga berdampak kepada ketidakpuasan korban.
Pantauan terkait anggaran yang tertata saat ini jika dilihat secara besarannya memang cukup besar, namun dilihat dari rincian pembiayaan yang dikeluarkan untuk mendukung pelayanan yang diberikan kepada korban justru jauh lebih besar dari biaya pemenuhan layanan untuk korban itu sendiri. Sesungguhnya Ini bukan sebuah temuan penyelewengan, tapi biaya-biaya yang memang harus dikeluarkan namun seharusnya itu di luar dari anggaran yang dikhususkan untuk program perlindungan perempuan.
Akhir dari pemantauan audit sosial ini ada rekomendasi yang bisa dijadikan acuan bagi pihak-pihak terkait sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam menyuarakan aspirasi. Rekomendasi yang dihasilkan antara lain pelibatan publik benar-benar dilakukan secara serius sejak dari proses perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi Sehingga program-program yang akan dijalankan benar-benar tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Komunikasi yang efektif antara legislative dan eksekutif terkait peran dan kewenangan melihat sudut pandang yang sama untuk isu perlindungan perempuan sebagai isu prioritas yang harusnya dijabarkan dalam pokok-pokok pikiran sehingga besaran anggaran yang disediakan sesuai dengan kebutuhan untuk pemberian layanan yang komprehensif kepada korban. Pemanfaatan digitalisasi pada tahap perencanaan dan implementasi harus di desain khusus agar masyarakat secara umum dapat mengakses dan menyampaikan aspirasinya secara langsung dimanapun dia berada. Pelibatan media sejak pada tahapan penyusunan perencanaan pembangunan hingga pelaksanaan sangat penting sebagai bentuk keterbukaan informasi publik sekaligus untuk control social.
Narahubung:
082215415580–Nurhasanah, 081328373900–Ruth Ketsia Wangkai, 081294329201 Vivi George