Manado, 24 Januari 2025 – Para dosen Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) menekankan perlunya keadilan dalam pemberian Tunjangan Kinerja (Tukin) bagi dosen di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Topik ini menjadi fokus utama dalam Dialog Intelektual bertema “Tukin untuk Semua” yang diadakan di Lantai IV Gedung A Rektorat Unsrat.
Kegiatan ini menghadirkan Dr. Fatimah, S.Si., M.P., Dosen Politeknik Tanah Laut dan Pembina Asosiasi Dosen Indonesia (Adaksi), sebagai narasumber utama. Dalam pemaparannya, Dr. Fatimah mengkritisi kebijakan perubahan regulasi yang mendadak, yang seringkali membingungkan kalangan dosen. Ia mengacu pada pernyataan Menpan Reformasi Birokrasi pada Oktober 2024, yang menegaskan bahwa pencabutan aturan lama tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda pemberian Tukin.
“Tunjangan kinerja adalah hak yang wajib diperjuangkan,” tegas Dr. Fatimah.
Dhullo Affandi, S.E., M.M., Ak, seorang dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsrat, menjelaskan perbedaan antara Tukin dan remunerasi. Menurutnya, keduanya merupakan bentuk penghargaan yang harus diterima dosen secara adil.
“Tukin merupakan bentuk apresiasi atas kinerja, sedangkan remunerasi adalah pengakuan atas tugas tambahan. Idealnya, keduanya diterima dosen sebagai bentuk penghormatan terhadap kontribusi mereka,” jelas Dhullo.
Eugenius Paransi, S.H., M.H., Dosen Fakultas Hukum Unsrat, menegaskan pentingnya langkah hukum jika pemerintah terus mengabaikan Hak Tukin dosen. “Jika pemerintah tidak mendengarkan aspirasi kami, jalur hukum berupa class action dapat menjadi pilihan terakhir. Pemerintah harus segera memenuhi kewajiban ini,” ujarnya.
Dialog ini diwarnai dengan solidaritas dari para dosen Unsrat, yang menyampaikan dukungan terhadap Hak Tukin melalui berbagai komentar dan penandatanganan petisi untuk mendesak pemerintah mengimplementasikan pemberian Tukin yang adil bagi semua dosen di lingkungan Kemendikbudristek.
Dr. Ir. Adi Nelwan, M.T., Koordinator Tim Penggerak Pemerhati Tukin Dosen Unsrat, berharap pemerintah segera mengambil tindakan. “Keadilan dalam pemberian Tukin adalah kunci terciptanya lingkungan pendidikan tinggi yang lebih baik. Kami mendesak pemerintah segera mewujudkan skema Tukin yang adil dan menyeluruh,” katanya.
Sebagai institusi yang mengusung nama pahlawan nasional asal Sulawesi Utara, Sam Ratulangi, nilai-nilai keadilan yang diperjuangkan sang tokoh menjadi landasan moral Unsrat. Dengan semboyan **Si Tou Timou Tumou Tou** (Manusia hidup untuk memanusiakan manusia lain), Sam Ratulangi mengajarkan pentingnya penghormatan terhadap hak individu.
“Ketidakadilan dalam pemberian Tukin adalah pengingkaran terhadap nilai Sila Kedua dan Kelima Pancasila,” tambah Nelwan.