Puan Jangan Menyandera Sarinah, Sahkan RUU PPR

Novi Haryono
7 Min Read

TabeaNews – Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) telah 20 tahun lamanya didesak oleh masyarakat sipil untuk dibahas dan disahkan oleh DPR RI. Namun pengesahan RUU PPRT masih belum terealisasi.

Sejak tahun 2004, RUU PPRT ini telah beberapa kali masuk dalam Prolegnas DPR RI, namun draft RUU PPRT belum pernah dibahas oleh DPR RI. Bahkan sejak ditetapkan sebagai RUU Inisiatif DPR pada 21 Maret 2023, dikirimkannya Surpres dan DIM kepada DPR, dibahas dalam Rapat Paripurna DPR, dan sampai hari ini nyatanya RUU PPRT belum mendapatkan jadwal pembahasan antara pemerintah dan DPR karena proses pengesahannya masih terus tertahan di meja Puan Maharani selaku Ketua DPR RI.

Keberpihakan Puan terhadap orang kecil dipertanyakan. Padahal, keberpihakan tersebut harusnya sejalan dengan ajaran Presiden RI-1 Soekarno dalam bukunya yang berjudul “Sarinah”, yang menyerukan kepada masyarakat untuk menghormati orang kecil. Soekarno kerap mengenang sosok Sarinah, pengasuhnya di masa kecil yang memberinya kasih sayang dan mengajarkannya untuk mencintai orang kecil. Pentingnya peran pekerja rumah tangga tergambar jelas dari cerita Soekarno dan Sarinah. Sebagai bentuk rasa terima kasih Soekarno kepada Sarinah, nama Sarinah dijadikan sebagai judul salah satu bukunya dan nama pusat perbelanjaan di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat.

_“Tentang RUU PPRT yang mandeg selama 20 tahun di DPR dan belum juga dibahas-bahas, ini adalah tentang moral anggota DPR. Mba Puan Maharani pasti punya PRT. Apakah mba Puan mempunyai keberpihakan dan kepedulian terhadap PRT-nya? Kami ingin mempertanyakannya. Sebenarnya mereka dipilih kan untuk mewakili kepentingan rakyat dan PRT adalah rakyat itu sendiri. Jika Mba Puan dan anggota DPR masih mempunyai kepedulian terhadap rakyat, ya jangan sandera RUU PPRT. Segera bahas dan sahkan. Karena tidak ada alasan untuk terus menunda-nunda,”_ – Jumisih (Jala PRT)

Isu pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan isu yang sangat mendesak karena PRT merupakan kelompok yang rentan terhadap eksploitasi, diskriminasi, kekerasan dan perbudakan modern. Hal ini terjadi karena PRT belum mendapatkan pengakuan dari negara sebagai pekerja sehingga PRT tidak dapat menikmati hak-hak dan memperoleh perlindungan. Para PRT di Indonesia yang mayoritasnya adalah perempuan hingga saat ini masih bekerja pada situasi kerja yang tidak layak, diantaranya adalah sebagian besar PRT di Indonesia bekerja selama 16 jam/hari.

PRT juga sangat rentan untuk menjadi korban kekerasan, Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mencatat, dalam kurun waktu 2017 – 2022 ada sekitar 3.635 kasus multi kekerasan yang berakibat fatal terhadap PRT, 2.031 kekerasan fisik dan psikis, serta 1.609 kasus kekerasan ekonomi. Kekerasan-kekerasan yang terjadi pada para PRT tersebut diakibatkan karena tidak adanya RUU PPRT yang diharapkan menjadi payung hukum untuk perlindungan PRT. Penahanan pengesahan RUU PPRT akan menambah daftar panjang kekerasan yang dialami PRT di berbagai wilayah Indonesia.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) melalui Undang-Undang No 7 Tahun 1984. Dalam Pasal 2 Konvensi CEDAW secara jelas telah menyatakan negara-negara pihak mengutuk diskriminasi terhadap perempuan dalam segala bentuknya, dan bersepakat dengan segala cara yang tepat dan tanpa ditunda-tunda membuat suatu kebijakan untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan. Komite CEDAW dalam kesimpulan pengamatan (Concluding Observation) tahun 2021 memberikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia untuk mengadopsi RUU PPRT tanpa ditunda-tunda karena PRT menghadapi resiko kekerasan dan diskriminasi berbasis gender yang tinggi.

_Diskriminasi dan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga masih banyak terjadi. Satu korban terlalu banyak, jangan menunggu korban-korban berjatuhan baru merasa penting untuk dibuat aturan. Maka, diperlukan segera aturan untuk pelindungan dan jaminan bagi pemenuhan hak-hak dasar pekerja rumah tangga, kesejahteraan, serta pendidikan dan pelatihan kerja bagi pekerja rumah tangga. Termasuk terhadap pemberi kerja untuk keseimbangan hak dan kewajiban dalam hubungan kerja antara pekerja rumah tangga dengan pemberi kerja. Sahkan RUU PRT sekarang juga!_ – Afrintina (Perkumpulan Damar)

Berkaitan dengan persoalan di atas, kami Jaringan Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Adil Gender dari berbagai organisasi dan daerah di Indonesia, menyampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut :
*1. Mendesak kepada Ketua DPR RI Puan Maharani untuk tidak menahan RUU PPRT dan segera mengesahkan RUU PPRT dalam masa kerja DPR RI periode 2019-2024;*
*2. Mengajak semua jaringan elemen masyarakat sipil untuk terlibat dalam Aksi mendorong disahkannya RUU PPRT pada tanggal 15 Agustus 2024.*

*Jakarta, 22 Juli 2024*

*Hormat kami,*
*Jaringan Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Adil Gender*

Contact Person :
Dian Septi Trisnanti (081804095097)
Jumisih (0856 161 2485)
Yuri (0896-7110-6689)

TAGGED:
Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *