Sekolah Besar dengan Jumlah Murid Sebanyak Hitungan Jari

#smpnegeri2sonder, #jemmymomongan, #sekolahnegeri, #sekolahberprestasi, #pendidikanindonesia

Novi Haryono
6 Min Read

Sonder (Februari 2025) – Ini bukan baru kali pertama saya ke SMP Negeri 2 Sonder yang terletak di jalan Ranotongkor desa Tincep. Kendati demikian, saya masih harus bertanya kepada masyarakat setempat di mana belokan menuju ke sekolah itu. Ia terletak di perbukitan dan harus melewati lembah, jembatan, juga jalan rusak dan berlubang di beberapa bagian.

Saya langsung disambut oleh Kepala Sekolah, Jemmy Momongan, setibanya di sana. Beliau lalu mengajak saya ke ruangannya untuk bercakap-cakap tentang sekolah tersebut.

Satu hal yang menarik perhatian saya, sekolah yang berdiri pada tahun 2006 di atas lahan seluas 7.180 m2 dengan luas bangunan 735 m2 hanya memiliki 20 orang peserta didik dengan 8 orang tenaga pendidik. Padahal dari sarana dan prasarana, kondisi sekolah ini cukup memadai untuk menunjang pendidikan. Ia memiliki 3 ruang belajar ditambah 3 ruang belajar dari bantuan pemerintah, perpustakaan, laboratorium, ruang IT, aula, lapangan basket dan voli, bahkan rumah dinas guru.Kepala Sekolah, Jemmy Momongan, S.Pd., M.Pd.Kepala sekolah lalu menjelaskan, bahwa kurangnya siswa di sekolah itu dipengaruhi oleh faktor arus siswa yang memang hanya berasal dari desa Tincep.

“Jumlah siswa yang sangat minim karena memang hanya berharap dari Desa Tincep ini,” kata Momongan, “yang menjadi kendala karena di desa Tincep ini hanya memiliki 2 SD, yakni SD GMIM dan SD Advent. Sementara sebagian murid dari SD Advent, barangkali karena denominasi gereja, lebih condong melanjutkan sekolah ke SMP Advent yang berjarak sekitar 7 km. Demikian pula dengan sebagian murid dari SD GMIM yang melanjutkan sekolah ke SMP Kisten,” lanjutnya.

Dijelaskannya juga, bahwa beberapa tahun lalu anak-anak yang bersekolah di sekolah itu tidak hanya datang dari desa Tincep, melainkan dari desa Timbukar, yang merupakan desa tetangga. Namun, sempat terjadi konflik antar siswa dari kedua desa tersebut atau bisa jadi karena mereka lebih ingin bersekolah di sekolah yang ramai sehingga menyebabkan tidak adanya murid dari desa Timbukar. 

“Padahal, selama dua tahun terakhir ini kami berkunjung langsung ke desa Timbukar, supaya anak-anak tamatan SD di sana bisa melanjutkan sekolah di sini. Namun, hingga saat ini belum ada satu pun siswa yang berasal dari desa tersebut,” ungkap Momongan. “Tapi, mau berapa pun jumlah siswa yang ada di tempat ini, tanggung jawab pendidikan, baik dari pimpinan maupun tenaga pendidik memberikan secara utuh untuk proses pembelajaran,” jelasnya.

Kurangnya jumlah siswa akhirnya berpengaruh pada biaya operasional kegiatan sekolah yang harus dirogoh dari kantong pribadi kepala sekolah.

Kendati demikian, sekolah ini merupakan sekolah berprestasi yang dibuktikan dengan deretan piala yang tertata di atas meja ruang tamu kepala sekolah. Baru-baru ini bahkan sekolah mendapatkan peringkat ketiga tingkat kabupaten untuk kategori sekolah sehat, serta peringkat ketiga tingkat kabupaten untuk kategori administrasi. Kepala sekolahnya sendiri pernah dipercayakan oleh Kementerian Pendidikan untuk menempuh pendidikan di Malaysia selama satu bulan setengah. Sehingga ilmu yang diserap Kepala Sekolah di negeri jiran tersebut dikembangkan di sekolah ini.Sekolah menawarkan beberapa program unggulan kepada para peserta didik berupa wiraswasta, berkebun, dan melatih anak-anak untuk berani tampil dan bisa berpresentasi di depan umum.

“Anak-anak dilatih untuk berpenghasilan lewat pembuatan makanan yang kemudian dipasarkan ke lingkungan sekitar. Selain itu, anak-anak juga dilatih supaya tahu kerja, tahu ba kobong, yang hasilnya bisa mereka rasakan sendiri. Bukan hanya itu, anak-anak pun dilatih berpresentasi atas hasil yang mereka buat.”

Ditambahkannya, terkait dengan tujuan sekolah, anak-anak lulusan sekolah ini harus membawa perubahan, memiliki pengetahuan, keterampilan, dan karakter yang baik.

Selepas berbincang-bincang dengan kepala sekolah, saya ditemani salah seorang guru, Henny Sinengkeian, untuk melihat-lihat kondisi sekolah. Saat itu baru selesai jam istirahat yang pertama, siswa berbondong-bondong masuk kelas untuk mengikuti pelajaran berikutnya.Tampak dari kejauhan, lapangan yang luas. Kami lalu menyusuri ruangan kelas satu per satu yang menghadap ke arah barat, lanjut ke laboratorium yang menghadap ke arah timur, sedangkan perpustakaan yang bersebelahan dengan ruang IT menghadap ke arah utara. Tiap-tiap ruangan memiliki luas yang cukup besar dan tertata rapi. Selain itu terdapat juga lahan dapur hidup yang tinggal menunggu panen. Sungguh sangat disayangkan, sekolah yang luas dan besar dengan fasilitas yang memadai ini hanya memiliki siswa sebanyak hitungan jari.

Share This Article